Terdengar lagi jerit bayi telanjang dalam karung beras
Terdengar lagi suara gemerincing tutup-tutup botol yang beradu di perempatan
Terdengar lagi rentetan letusan dan denting termuntahkan
Terdengar lagi luka di rel kereta yang tak pernah berpindah
Terdengar lagi desah resah di kancah remah
Oh... garuda kau telah begitu renta
Akan ku seduhkan kopi hangat untukmu
Dan Khabarmu, sejarahmu, perjuanganmu kini hanya dapat diterka
Karena kau telah terlalu pikun rupanya
Sesaat tadi terulang lagi, bertambah lagi dukamu garudaku
Padahal kisahnya baru kemarin sore ku saksikan dan kuceritakan
Tentang lumpur yang menjadi lautan
Bom sempurna dari pemerintah berbahan gas
Lautan mengamuk tumpah kedaratan
Gunung merapi, benar-benar berapi tertonton jelas
Tanah goyah, luntur... terjun tak kokoh dan rentan
Maka menyemburatlah ia kepemakaman karena air bosan tergenang di tempat cadas
Dan hutan menjadi lapangan bola karatan
Oh.... garudaku
Mengapa di duduk ringkihmu masih ada yang rela menghisap darah tuamu?
Pagi ini akan ku belikan kau beberapa potong roti tawar di tetangga sebelah
Tetangga kita yang seperti ramah itu
Oh... garudaku. Apakah kau ingat?
Tetangga kita yang mencipta luka pada anakmu dan mengeruk tanahmu menjadi tanahnya. Apa kau lupa?
Maaf aku yang lupa kalau kau terlalu renta dan kini telah buta
Semoga roti yang ku belikan untukmu tak bertuba
18112010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar