Laman

Senin, 30 Januari 2012

AKU, SMS DAN GADIS

Suasana subuh itu pecah oleh deringan handphone yang memaksa ku untuk membuka mata ku yang terpejam sejak malam tadi. Aku terlalu lelah malam itu untuk bisa terjaga bahkan begadang, lagi pula tak ada tugas dari akademisi yang mesti ku kerjakan dengan mendesak. Aku mengambil handphone yang sedari tadi telah meraung seolah menyuruhku untuk segara menjamahnya. Antara sadar dan tak sadar atau mungkin jalan menuju alam nyata begitu sulit ku telusuri dari alam mimpi, ku ambil juga handphone milik ku itu.


Sebuah pesan singkat dari seseorang yang tak begitu lama ku mengenalnya. Seorang gadis. Seperti hari-hari sebelumnya, Dia biasanya sering mengirimkan sms di kala mata masih terpejam pulas, menjelajahi mimpi.
Aku tersenyum tipis saat itu, tatkala sms itu bernada ajakan sempat terbaca oleh ku. Walau terkadang aku abaikan ajakannya itu. “bangun… bangun… shalat tahajud!” demikian isi sms dari gadis itu. terkadang aku berfikir pasti gadis itu akan diluapi limpahan pahala yang dijanjikan tuhan padanya.

Kali ini tepat jam 04 lewat 07 menit aku menerima SMS darinya. Lagi. Aku sudah menduga isinya. Tidak seperti hari-hari sebelumnya yang begitu indah seruan SMSnya.
Dua puluh mei tanggal yang tertera pada handphone ku. Memang bukan hari yang istimewa untukku, tapi empat hari sesudahnya mungkin adalah hari yang cukup berarti untuk ku. Tepat di hari minggu 24 mei 2009 nanti ulang tahun ku ke dua windu.

“ya maaf kalau selama ini aku sok baik sama kamu, sibuk-sibuk nolong. Aku tak tau kalau kamu risih dekat sama aku, kenapa nggak bilang dari kamarin-kamarin? Tapi aku juga jujur aku baik sama kamu karena kamu saudara ku, sama-sama umat Muhammad… ya maafin aku ya? Baru kali ini aku nangis gara-gara… ya sudahlah nggak usah dibahas… mungkin hari minggu aku tidak lagi sms kamu. Ya sekarang aja…. Slamat ulang tahun, smoga makin shaleh, pinter, baik dan semua-semuanya.. jazakumullah kairan khatsiran ya saudaraku…” begitu isi sms nya yang diakhiri dengan sebuah imotikon versi jepang yang mengisaratkan kesedihan. ˜_˜

Isi sms ini sama sekali tidak membuatku kaget, apalagi shock. Kenapa dia mengirimkan SMS seperti ini aku sudah tau sebabnya, ah… tapi ku abaikan saja sms dari nya itu. karena sebelumnya aku sudah berjanji padanya atau lebih pantas jika dikatakan aku sudah komitmen dengan diriku sendiri.

mungkin saja dia menunggu balasan sms dariku. Tapi tak ku hiraukan dan aku kembali mengarungi malam ku yang melelahkan tanpa terikat beban, ku letakan handphone ku tak jauh dari peraduanku. Aku kembali tidur.

Tak lama… tak sampai satu jam, aku kembali diganggu dengan deringan handphone itu lagi. Nada yang sama, nada pengingat pesan dengan title airy. Aku mulai terusik dan ku paksakan diriku untuk membaca sms itu. ah ternyata sms dari gadis itu lagi. Pasti dia akan melanjutkan perasaan hatinya yang kacau itu padaku, dia tidak puas dengan pesan sebelumnya barangkali, pikirku meneliti.

“Aku benci, aku marah, aku sebel, aku jengkel, aku sedih, aku kecewa, aku… aku… aku… aku… aku…aku benci kamu. Puassssss, dasar anak aneh!!” demikian isinya. sms ini sampai setelah 44 menit dari sms pertama. Sangat kontras dengan sms sebelumnya yang isinya begitu tragis. Seperti memelas dan memohon sebuah harapan, namun sms yang kedua ini malah menggambarkan kekecewaan yang begitu besar, kebencian dan kekesalan yang sangat. 180 derajat berbeda dengan sms sebelumnya. Dasar wanita, begitu lunak hatinya. Misterius dan sungguh cepat bereaksi.

Aku mengulangi sikap ku, lagi-lagi tak ku hiraukan sms darinya. Ingin ku lanjutkan kembali tidur namun mata ini tak bisa terpejam lagi. Merenung aku membayangkan apa yang dilakukan gadis itu di seberang sana, apakah dia benar-benar menitiskan air mata karenaku, karana kesalahanku?

Azan subuh belum juga berkumandang, tiba-tiba saja hayalan ku jauh menjelajah. Sangat jauh bahkan. Entah kenapa aku kembali mengais ingatan-ingatan ku yang lampau, masa-masa kebahagiaan ku. Bersama gadis-gadis yang pernah menjadi kekasih hati ku. Kemudian ku tersontak seperti ada yang membelokkan renungan ku yang indah ke ruang lamunan yang begitu kotor, Kejahatan dan kezaliman yang pernah aku lakukan. Pada mereka gadis-gadis yang menjadi kekasih hatiku itu.

Aku menghitung-hitung jumlah korban akibat kejahatanku. Walau aku tak mengacungkan jari-jari untuk membantuku menghitung. Aku bicara. Berbisik dengan diriku sendiri. Telah berapa gadis yang telah ku sakiti? Bukan fisik tapi hatinya. Berapa gadis telah mengeluarkan air mata karena ulah jahatku? Aku kembali menelusuri ingatanku, tak kurang dari 4 orang gadis pernah kecewa padaku. Mereka menangis, aku mendengar bahkan aku melihat langsung air mata mereka berlinang di hadapanku.

Azan subuh berkumandang jua. Membuyarkan semua renungan ku tentang masa lalu. Bergegas aku berwudu’ lantas shalat. Aku bukanlah orang yang alim dan taat beribadah, tapi aku berusaha untuk tidak meninggalkan kewajiban ku, walau terkadang aku terlambat untuk menunaikannya.
***

Gadis itu, entah kapan aku mengenalnya, tapi seingat ku dia kirimkan SMS pertamanya padaku di hari jumat. Bulan januari ketika ku tengah asik mengajari adik-adik asuhanku, mengajari mereka menggambar.

Aku tak mengerti maksud smsnya. Tapi yang ku mengerti adalah dia mencoba untuk bisa lebih akrab dengan ku. Mungkin itulah yang dia harapkan. Entah bagaimana pula aku mulai tertarik dan merespon smsnya itu. kami terus tanya jawab. Terkadang dia bertanya pada ku dan aku menjawab pertanyaannya. Sebaliknya aku juga seperti itu. Aku yang bertanya dan dia yang menjawab. Menanyakan sesuatu yang wajar untuk di bahas lewat sms. Menanyakan kabar, Sedang melakukan apa, bahkan menanyakan keberadaan.

Aku mulai menerka-nerka siapa gadis ini. Sempat ku kerahkan ingatanku ketika isi smsnya menjelaskan bahwa dia pernah melihatku. Bahkan sangat sering. Di kantin, di jalan seputaran kampus, juga di tempat yang pernah ku datangi dan ku lewati. Terlebih ketika ia katakan lewat smsnya bahwa dia sangat jelas melihatku ketika aku sungguh menjadi pusat perhatian. Ketika aku memperoleh penghargaan karya terbaik lomba menulis surat cinta teruntuk bunda versi keputrian. Kemenangan ini sungguh di luar dugaan. Saat itu aku mesti menyampaikan berupa ucapan yang apalah namanya.
Katanya jelas bahwa aku melihatnya juga, Aku melihatnya? Mungkin benar aku melihatnya tapi aku tak mengenalnya. Dia sungguh jelas melihatku. Aku tak tau yang mana dia. Betapa tidak aku tak tau dia, jelas aku tak mengenalnya, terlebih peserta yang mengikuti perlombaan itu seluruhnya perempuan kecuali aku. Hanya aku seorang pria.

Pernah dia mengirimkan aku sebuah sms, yang maksudnya adalah untuk mengajarinya menulis. Aku mulai berfikir, dan menerawang lebih jauh. Ternyata sudah jelas maksutnya berkenalan denganku. Belajar menulis. Mungkin dia mengira aku adalah seorang penulis handal. Bisa jadi karena kemenangan tulisan yang pernah aku ikuti itu.

Keraguan ku mulai lahir. Karena ada dua pilihan untuk menjawab tawarannya. Setuju atau tidak. Hanya itu. aku tak menjawab dan ku abaikan SMS darinya.
Aku mulai memikirkan gadis itu, siapa dia. Dari mana dia. Apakah dia mahasiswa, sekampus denganku atau tidak? Apakah ini, apakah itu. bagaimana ini, bagaiman itu? Tapi ada satu kalimat tanya yang aku ingin sekali dia memberikan jawaban. Dari mana dia mengetahui nomor handphone ku? Pertanyaan itu yang selalu ku ingin tau jawabannya.
***

Hari dan minggu pun terus bergulir, semua tanya telah terungkap. Apapun. Aku telah menatap wajah manisnya bahkan bercakap ria dan mendengarkan suara merdunya. Aku tepati janji yang pernah dia pinta dengan bersedia untuk belajar menulis, tapi aku juga tak lebih baik, aku juga harus banyak belajar lagi, kataku padanya.
Entah kenapa aku mulai tertarik, melihat keseriusannya aku jadi ingin cukup lama bisa bersamanya. Dengan situasi yang diluar dugaan ini, dengan yakin aku menerima permohonannya itu untuk mengajarinya menulis. Seketika aku memintanya untuk menuliskan sebuah cerpen, kenapa cerpen? Aku juga tak mengerti, Terserahlah. toh ternyata dia menerima tawaran ku itu.

Tak lebih satu minggu setelah dia menerima tawaranku itu. sebuah sms ku terima. Di memintaku untuk menerima cerpennya. Aku tak ingat menerima cerpennya dimana. Mungkin di perpustakaan di kampus. Setelah menyerahkan naskah cerpen itu dia lalu pergi. Buru-buru katanya, masuk kuliah.

Malam harinya adalah waktu yang tepat, untuk ku gunakan menyimak tulisanya. Ku baca kalimat per kalimat, paragraf per paragraf dari cerpennya. Tulisannya bagus, menarik dan menyentuh walau memang masih banyak yang perlu dibenahi. Tiba-tiba saja aku ingin ku kirimkan sms padanya. Tentang isi cerpen itu realita atau hanya fiktif belaka. timbul keraguan untuk bertanya, karena kisahnya begitu menyedihkan. Tapi ku urungkan niat ku itu.

Aku mencoba untuk merevisi tata tulisannya, dan sedikit mengkritisi. Ku serahkan hasilnya di hari berikutnya. Tak pernah terduga seolah tau apa yang ingin ku ketahui darinya. Sms tiba lagi, ku baca ternyata benar itu kisahnya, kisah hidupnya.
***

Dengan bergulirnya waktu, kekakuan mulai terasa lunak dan fleksible, entah kenapa aku mulai berani bercerita padanya. Cerita tentang hal yang saharusnya hanya aku dan tuhan yang tahu. Aku bisa saja tiba-tiba menjadi aneh, itulah sebenarnya, ceritaku padanya, bahkan aku kerap kali kirimkan sms yang aneh pula padanya.

Tentang persahabatan, masih banyak hal tak bisa aku indahkan. Aku tak ingin bersahabat dengannya tulisku dalam sebuah sms untuknya. Tapi sepertinya dia tak terlalu perduli dengan sms itu. kesal ku kadang-akadan meluap, lalu ku kirimkan sms yang lebih tidak pantas, kupikir. Aku bisa saja memanfaatkan mu dan bisa saja aku menjahatinya, begitu is isms ku. Jawabannya sungguh mengagetkan ku. Dia malah balik bertanya, apakah kau tega jika manjahati keluarga mu sendiri? Aku tak berani menjawabnya. Sepertinya dia memang gadis yang baik. Banyak sms yang aneh ku kirimkan padanya namun dia membalas dengan kesucian. Aku tak mampu harus berkata apa lagi.
Darinya aku di perkenalkan dengan teman-temannya, tak terlalu penting buatku. Bahkan juga dia. Gadis itu.

Suatu ketika, malam hari di kesendirian keanehan ku mulai kambuh. Aku mulai hilang arah bagaikan kapal layar di dermaga yang luas tanpa haluan. Aku tiba-tiba ingat gadis itu, bukan orang lain. Aku kirimkan sms dan memintanya untuk menghiburku. Sungguh dia tidak pernah membuatku kecewa. Dia meneleponku cukup lama hanya untuk menghiburku dan menyemangati ku, mengembalikan dan mengendalikan jiwaku yang sangat riuh, dia pegang kemudi kapal layar itu, dan terkendalilah kapal layar itu. dia membuatku damai.

Keesokan harinya dia ingin aku menghampirinya, untuk mengambil buku yang akan dia berikan. Seperti janjinya malam itu saat dia meneleponku. Ternyata dia tak sendiri, tapi berdua dengan temannya. Dia memintaku menceritakan keluh ku. Aku sedikit ragu dengan permintaannya itu. tapi ku rasa tak ada salahnya, hanya sejilid cerita hidup yang biasa. Disertai dengan gurauan, ocehan aku pun menceritakan semuanya. Bagai tak terkendali aku terus bercerita. Tentulah kemudian mereka mengetahuinya, segalanya. Bagai seorang sahabat yang telah lama kenal mereka pun menyemagati ku dan memberikan solusi berarti. Tak lupa pula, gadis itu meminjamkan buku yang dia janjikan.
Setidaknya mereka dapat menentramkan kekacauan jiwaku.
***

Lagi, karena ku talah berjanji untuk belajar bersama. Bukan mengajarinya atau mengguruinya untuk bisa menulis, sebagai konsekwansinya pastilah aku juga mesti menyerahkan sebuah karya untuknya, untuk direvisi atau hanya memberikan saran juga kritikan. Bagus, tapi itu menurut aku belum tentu menurut orang lain khan? Begitu isi kritikannya.

Dia memanga gadis yang sedikit berbeda, dia memang memiliki hati seperti orang layaknya, dia juga memiliki perasaan. Namun ada hal yang berbeda padanya. Dia tak mampu menyalurkan perasaannya itu dengan sewajarnya, apakah itu tabiatnya atau di buat-buat aku taka mengerti, dia memandang semua kata dariku seolah-olah lelucon yang konyol dan hanya dapat dibalas dengan senyuman meledek. Kadang-kadang bahkan seperti menentang dan mempelesetkan ucapanku. Jujur aku tak suka diperlakukan seperti itu, aku menahan dan sedikit berusaha sabar untuk mengatakan yang sebenarnya tentang hal yang kurasakan. Aku takut hatinya terluka jika ku berkata sejujurnya.
***

Gadis itu, mungkin kecewa, karena telah lama cerpen keduanya tak pernah ku revisi. Tak pernah ku berikan saran atau kritikan lagi, seperti cerpen sebelumnya. Mungkin juga kekesalannya itu semakin menjadi ketiga lukisan yang dia harapkan tak pernah kuserahkan.

Kekecewaan dan kekesalannya itu membuat dia mengirim kan sms lagi padaku di malam hari, dia seperti mengeluh. Keluhan tentang penderitaan yang dialaminya. Dia sangat ingin jadi penulis, tapi apa daya. jika tulisannya itu tak dinilai maka apa yang dia harapkan? Begitu kira-kira maksud smsnya. Jelas dia mengeluh padaku.
Dengan isi pesannya seperti itu padaku, entah kenapa aku sedikit jengkel, darah ku memanas. tapi ku coba balas sms darinya dengan nada sedikit nyeleneh, menutupi kalau aku seakan tidak sedang mengalami kekesalan, “tunggu aku besok (jumat) di kampus, kita diskusi, kalau bisa bawa sedikit snack yaaa… paling penting coklat pasta tu jangan lupa,, he,,he,,hee,,.” Lalu dia mengatakan bahwa dia tidak bisa, tak ada waktu karena ada kuliah. Dengan jawaban seperti itu rasanya darahku seperti mendidih. Spontan ku jawab “Terserah…!!” Balasku padanya.

Pagi hari. 19 mei 2009, dia meminta kembali buku yang telah seminggu dipinjamkannya padaku. Dia menemuiku di perpustakaan. Tepat di cybernet, dia menjumpaiku, dan dengan sedikit basa-basi ku serahkan bukunya. Sepertinya dia buru-buru, katanya di depan temannya yang sedang sakit menunggunya. Ia ingin membawanya ke klinik
kesehatan, kasihan dia, begitu katanya. Dengan alasan itu diapun melangkah dan pergi.

Aku kembali melanjutkan mengelola blog ku. Tiba-tiba dia datang lagi, sepertinya ada sesuatu yang ketinggalan di ruang internet itu. ternyata tidak. Dia hanya ingin memberikan ku batangan coklat. Makanan kesukaanku. Lalu dia ngeloyor pergi.
Memang dia gadis yang sulit dipahami, ternyata dia sungguh-gungguh memberikan coklat yang aku pinta lewat sms malam itu, renungku. Aku tau kalau hari itu tak mungkin bisa ku lupakan, ada rasa yang berbeda.

Malam, 19 mei 2009 usai azan isya berkumandang kukirimkan sms padanya. Sms yang membuatnya begitu kesal padaku. Bahkan dia mengirim kata benci untukku. “Aku benci kamu,,” begitulah kutipan sms darinya subuh pagi di 20 mei 2009.

“aku nggak tau harus ngomong apa. Aku sedikit risih kalo dekat dan komunikasi dengan kamu. Kalau boleh jujur, kayaknya kita nggak usah komunikasi dulu untuk beberapa bulan kedepan ya. Lebih baik perbaiki diri dulu, nggak tau siapa yang salah. Aku atau kamu. Yang jelas ku tak bisa nyambung kalo ngobrol sama kamu. Sepertinya aku nggak suka denga gaya kamu yang sok nolong. Tapi kamu sendiri terlalu jaim, sori kalau aku lancang. Tapi aku harus jujur dari pada diselimuti kebohongan. Aku dah mencoba memahami kamu. Tapi aku gagal. Thanks. Tolong dimaklumi.” Ini isi sms yang ku kirimkan padanya.

Terserah dia mau mengerti atau tidak, yang jelas sms ini setidaknya akan membuatnya lebih paham dengan dirinya. Dan lebih paham dengan ku yang mengirimkan sms ini padanya.
Seandainya dia mengerti kenapa aku mengirimkan sms itu, sungguh memang dialah yang kucari dan ku nanti hingga saat ini.

Gadis.

1 komentar:

Sii Isni mengatakan...

Bagaimana rasanya ditarik ulur Bro? Hiks, menyakitkan. Dia dan kamu tidak saling mengerti tentang perasaan itu, atau mencoba mengabaikan seperti mengabaikan SMS. Ah, jangan putuskan silaturrahmi hanya karena sedang tidak bisa mengontrol emosi. Cemunguuuuuuuuuuuud. ^0^