Laman

Senin, 30 Januari 2012

PERJUANGAN BOCAH JALANAN

Apa artinya hidup yang tidak mengenal kasih sayang, luka begitu dalam merasuk ke pori-pori tubuh ku, denyut nadiku tidak mengenal lelah penuh dengan paksaan, pagi, siang hingga petang selalu dilumuri dengan bentakan-bentakan dari preman-preman di sepanjang terminal, mereka semena-mena terhadap kami para anak-anak jalanan seakan-akan kami adalah budak mereka yang selalu bekerja dan bekerja meminta-minta di sepanjang rel-rel kereta api, terminal hingga di lampu-lampu merah kami seprti kehilangan rasa lelah, letih dan lesu. kami terus dan terus di paksa.


Aku tidak mengerti mengapa hidup ini begitu pahit, apa salah kami apa kami sudah ditakdirkan sebagai anak jalanan untuk selama-lamanya, aku bingung, aku tidak mengerti aku dan para anak jalanan lain hanya bisa pasrah dengan takdir ini.
Pagi-pagi sekali saat kami masih lenyap tertidur mereka datang dengan wajah yang menyeramkan.

Suara seseorang mengetuk pintu rumah kami yang reot dengan gedoran yang begitu kencang seakan-akan pintu roboh diterjang.
“bangun semua, kalian gembel, jangan ada yang malas mau makan atau sudah pingin mati, ayo cepat-cepat!”
"iya bang", hanya kata itu yang mampu dan harus kami ucapkan dari pada hal lain yang paling kami takuti terulang lagi. kami bangun secepat kilat.
Aku tidak mengerti mengapa harus dibentak-bentak, padahal kami anak-anak kecil yang tak berdosa, mengapa mereka begitu tega pada kami, apa mereka tidak punya rasa peri kemanusiaan, "pikir ku".
“Ani, apa lagi yang kamu tunggu?”
“perut ku sakit aku tidak bisa bangun”
“alasan apa lagi yang ingin kamu katakan, tidak ada alasan cepat bangun atau kayu ini yang akan membangunkan mu”
“ampun bang, saya benar-benar sakit, karena semalam saya tidak mendapat jatah makan”
“Ani, kamu sudah berani membantah ya”
Kata salah seorang preman yang bernama B’zo, ia orang yang paling seram dari ketiga pereman lain, wajahnya mencerminkan ia adalah seorang penjahat, sungguh penjahat kelas kakap pikir ku, orang yang tidak punya belas kasihan pada anak-anak,
“dasar kamu Ani, kenapa kamu selalu saja membantah, percuma saja kau kuberi tempat tingal, makan. tapi apa, kamu tetap malas-malas dan terus malas” B’zo semakin menunjukkan kemarahannya.
“angkat dagu mu…” paksa b'zo kencang.

Sementara Ani terus menunduk seakan-akan dia tidak mendengar karena menahan rasa sakit pada perutnya. Aku tau Ani orang yang sangat kuat meski bagaimana marahnya B’zo dia tetap bisa menahan emosi, Ani orang yang sangat baik dan dia sangat peramah tapi dia paling malas karena harus mengamen dan mengamen tapi hasil jerih payah itu harus diberikan pada B’zo. ini yang membut hampir tiap hari disemprot omelan-omelan pedas hingga terkadang harus menahan sakit karena pukulan sebuah rantai dari B’zo.
B’zo semakin marah dan matanya merah, pertanda bahwa ia tidak sabar lagi ingin melepaskan sebuah pukulan pada ani.

“ambil rantai” B’zo memerintah pereman yang lainnya.
B'zo tak sabar lagi dan kemudian mengayunkan rantai yang ada ditangannya ke tubuh Ani.

Tiga pukulan rantai menghantam badan ani, ia merintih kesakitan, aku tidak kuasa melihat penderitaan Ani, aku menagis tanpa air mata. Sementara teman-teman yang lain hanya bisa tercengang melihat Ani dipukul dengan sebuah rantai kecil berukuran satu meter, rantai ini bagi kami sudah menjadi makanan untuk tubuh kecil mungil kami. Jika aku dan temen-teman lain tidak menyetor uang yang banyak pada B’zo dan anak buahnya maka mereka tidak segan-segan menghantamkan rantai itu pada tubuh mungil dan kurus ini.

Ani kesakitan badannya bengkak ia terus teriak “ampun..ampun..Bang” aku memandang teman-teman yang lain, terpancar diwajah mereka bahwa mereka ketakutan. Sementara B’zo membentak dan memarahi Ani, anak buahnya mengambil seember air dan kemudian menyiram Ani, Ani menggigil kedinginan. Aku merasa sedih dan kecewa, sedih Karena aku tidak bisa membantu Ani lepas dari penderitaannya, kecewa karena kami hanya bisa tercengang dan tercengang menyaksikan penderitaan Ani tanpa memberikan bantuan untuk Ani, tapi apa boleh buat kami hanya anak-anak kecil yang sangat lemah, jika kami melawan, maka nasip kami akan sama dengan Ani, ya satu-satunya cara diam, dan aku memohon agar Ani diberi kekuatan meskipun aku tidak sekolah tapi aku pernah belajar dari Koran dan majalah yang kutemui di tempat sampah, aku membaca bahwa Allah itu ada, Allah Maha Pengasih dan Penyayang.

Aku memikirkan apakah penderitaan kami ini hanya sementara saja, aku tidak tau, aku hanya bisa berdo’a dan bersabar begitu yang kudengar dari seorang Ustadz di salah satu masjid dekat rel kereta api. Aku bersyukur bisa sedikit demi sedikit membaca meski membutuhkan waktu untuk mengeja kata demi kata, aku bisa membaca berkat salah seorang anak berseragam SMU, ia sering menunggu bus di terminal, ia menghampiriku dan bertanya apakah aku mau belajar membaca. Dengan hati yang bahagia aku mengatakan ia aku mau belajar. entah dari mana jawaban ku muncul, tapi santai saja yang penting bisa belajar.

Dengan senang hati ia mengajari ku mengenal huruf demi huruf, tapi sayang hal ini hanya berlangsung satu bulan, aku belum sempat mengenalnya lebih jauh lagi, ia selalu terburu-buru pulang hanya mengajari ku dua puluh menit saja tapi ini waktu yang harus ku pergunakan sebaik-baiknya agar anak buah B’zo tidak curiga. Setelah sebulan aku tidak pernah lagi melihat sosok anak laki-laki berseragam SMU itu padahal aku belum terlalu kenal dengannya.

Tiba-tiba, ada suara yang membangunkan ku dari lamunan. “hai gembel, apa lagi yang kau tunggu disini, cepat pergi atau kau juga kan merasakan manisnya rantai ini.”
”baik bang." secepat kilat aku berlari-lari menuju terminal, sasaran ngamen hari ini, aku berlari dengan kencang, sementara si Ani masih mendapat hukuman dari para preman yang berhati batu itu, aku hanya bisa berdo’a semoga ani tetap kuat.

***

Hari, bulan, tahun, terus berganti. Tidak terasa sekarang aku sudah lebih dewasa, akan tetapi masih sama dengan propesi sebagai pengamen dan harus memberikan setoran pada si preman kejam berhati batu B’zo itu. Aku prihatin dengan nasip kami para anak jalanan yang tak berguna bagi orang-orang kaya. Dan sekarang, Ani entah bagai mana nasipnya karena ia tidak kembali, mungkin ia telah melarikan diri dari cengkeraman B’zo.

Saat kami memberikan setoran pada B’zo, ia marah besar karena tidak melihat batang hidung Ani bersama kami. Wajah B’zo merah ia menyuruh kami mencari Ani malam itu juga padahal kami baru pulang dengan wajah yang lemas kami semua berpencar mencari Ani ke sekeliling terminal, rel kereta api hinga ke kolong jembatan tempat ani biasa melepas lelah, tapi apa boleh buat kami tidak menemukan sosok ani yang peramah dan tegar itu. Ia pasti melarikan diri karena tidak tahan lagi dengan penderitaan ini pikir ku.

***

Semakin hari, semakin kejam saja B’zo makhluk yang tidak punya prikemanusiaan ini. Aku ingin lepas dari cengkeramannya. Tapi sayang beberapa kali mencoba kabur sia-sia saja karena tiap detik, menit, jam kami selalu dikontrol, mereka takut kami melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Ani. Meskipun demikian aku akan tetap berusaha agar bisa lepas dari manusia kejam itu. jika aku lepas dari mereka pasti hidup ini terasa nikmat, indah, nyaman dan tenteram serta aku juga akan menjeput anak-anak yang lain untuk bebas dari cengkraman orang-orang kejam itu. Aku yakin aku bisa.

***

Pada suatu hari, saat aku mengamen di terminal aku melihat seseorang yang melintas berpakaian muslim, tidak asing dan sangat familiar. Ku hentikan pekerjaanku sejenak. Aku berpikir apa ini hanya hayalan belaka atau benar-benar terjadi, aku terus memandang kearah gadis itu tapi dia menundukkan pandangan, aku menghampirinya. Seolah ia sengaja manyembunyikan wajahnya dari ku. Namun Ia terus berjalan menuju kerah ku, saat aku berhenti untuk memastikan apakah itu orang yang ku kenal, tiba-tiba ia menabrak ku dan berkata “maaf tidak sengaja.” Aku tercengang dan berpikir apakah ini Ani, seorang sahabat peramah yang ku kenal, kalau benar itu Ani tapi kenapa ia berubah derastis, ah mungkin dia bukan Ani, aku salah orang, dia pun berlalu. aku melangkah namun langkahku terhenti ketika aku melihat ada bulitan kertas kecil terongok dihadapan ku, aku sedikit penasaran dengan kertas itu, aku bongkar rasa itu dengan mengambil kertas itu dan berlari ke sebuah kamar mandi di terminal agar anak buah B’zo tidak curiga. Aku buka bulitan kertas itu serta membacanya, “aku Ani, aku sekarang tinggal di panti asuhan Ibunda Sayang tidak jauh dari sini, aku tunggu kalian disana”. Ternyata kecurigaan ku benar. Gadis itu adalah Ani.

***

Ini hari jum’at, hari yang tepat melarikan diri untuk merubah kehidupan ini. Aku menyusup dan terus menyusup agar tidak ada yang curiga pada ku. Tekat ku sudah bulat ingin mencari panti asuhan ibunda sayang. Tiba-tiba di tengah jalan aku tertabrak dengan seorang pria yang berpakaian rapi, mengenakan tas ransel bagai pendaki gunung. Aku meminta maaf karena tak sengaja menabraknya, namun dia terus memandangiku dan berkata “kamu anak yang dulu sering mangkal di terminal ya???” aku tercengang, dan hanya bisa mengucapkan dua huruf ‘ia’. “alhamdulilah ahirnya aku bisa bertemu kembali, aku Indra anak yang dulu mengajar mu membaca, maafkan aku tidak memperkenalkan namaku dan aku menghilang begitu saja tanpa pamitan karena aku ikut keluarga ku pindah keluar kota, oh ia kamu hendak kemana aku melihat kamu terburu-buru.”
"aku hendak mencari panti asuhan ibunda sayang"
Aku menceritakan semua yang terjadi dalam hidup kami para anak jalanan yang ingin bebas tapi tak kuasa untuk lepas. Indra terharu dan berjanji akan membantu kami untuk lepas dari cengkeraman B’zo. Indra mengajak ku ke kantor polisi untuk melaporkan apa yang telah dilakukan para preman kejam dan serem itu. Aku menunda ke panti asuhan dan menerima ajakan indra.

***

Dua hari setelah laporan, polisi berhasil mendeteksi dan menangkap ketiga preman berhati batu itu. Akhirnya sekarang kami bisa bebas. Aku sangat bahagia tidak menyangka hal ini bisa terjadi dan sangat berterima kasih pada Indra yang telah membantu kami bebas berkicau seperti burung-burung di angkasa.
Indra juga membantu kami untuk tinggal di pantu asuhan ibunda sayang yang telah ditempati Ani beberapa bulan yang lalu saat lari dari cengkraman B’zo. Pemilik panti dengan lapang dada menerima kami para anak jalanan dan kami tidak memiliki kesulitan untuk tingal di panti karena pemiliknya juga saudara Indra jadi kami dengan mudah diterima di panti yang indah ini, di mana penuh dengan kasih sayang dan kebahagiaan. Para pengurus panti orangnya ramah serta penyayang tidak seperti si preman-preman kejam itu.
Sekarang kami bebas hidup, tidak ada lagi omelan, pukulan, tekanan yang mengusik jiwa kami. Aku bersyukur pada Allah yang telah memberikan karunianya pada ku dan para anak jalanan yang lain, kini kami memulai hidup yang baru dengan membuka lembaran baru juga, terima kasih ya Allah.
***

Tulisan ini milik temanku Arini Temas Miko

Tidak ada komentar: