Laman

Senin, 30 Januari 2012

Pelangi Cinta

"kurang ajar, brengsek!" pekik Rudi. Dia merasa sangat dihina dan direndahkan di depan orang banyak. Ivan yang melecehkannya. Dia adalah seorang mahasiswa satu perguruan tinggi dengan Rudi, namun pada fakultas yang berbeda.
"kurang ajar kau Van. Aku nggak mungkin maafin kamu!" kalimat-kalimat itu terus terlontar dari mulutnya bagai peluru senapan militer minimi. Matanya melotot tajam, wajahnya merah padam, darahnya panas mendidih. Dia terus mengoceh tak karuan, membawel terus dan entah apa yang dia ucapkan. Dia memikirkan terus rencana untuk membalas perlakuan Ivan terhadapnya, sambil terus berjalan menuju ruang kuliah yang hanya lima puluh meter dari lokasi pertengkaran mereka di lantai dua. Rudi tidak terima.


Ivan adalah seorang komisaris letting di unitnya, jurusan kesusastraan fakultas sastra. Mahasiswa lain mengenal Ivan sebagai mahasiswa yang aktif dan peramah. Tidak hanya itu di juga dikenal sebagai pemuda yang bijaksana. Dia selalu saja bisa memberikan pengertian dan solusi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan rumit yang terjadi di kampusnya. Rekan-rekan kampusnya salut dan kagum padanya. Pada suatu ketika yang merupakan hari pertama kegiatan pelaksanaan EXPO di kampusnya yang diselenggarakan oleh pemerintahan mahasiswa terjadi persengketaan. Hanya terdapat satu stan saja yang tersisa karena yang lain telah dipakai dan dipenuhi oleh komunitas mahasiswa, namun kedua komunitas mahasiswa yang lain bersikeras mendapakan satu stan yang tesisa tesebut. Ivan adalah salah satu panitia penyelenggaran tersebut karena ia juga merupakan anggota PEMA.

“Harusnya ini milik kami. Kan kami telah mendaftar kemarin?” keluh ketua komunitas olahraga yang bersikeras ingin menguasai stan kosong yang hanya tinggal satu-satunya. “nggak bisa, stan ini milik kami. Kami lebih berhak karena kami lebih dulu yang mendaftar”. Seru ketua komunitas seni. Mereka bersikeras untuk mendapatkan stan tersisa itu. melihat kejadian ini Ivan menghimbau rekan-rekan panitia lainnya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Usaha mereka sia-sia. Ivan khawatir ini akan berakibat buruk, dia mencoba melibatkan diri untuk menyelesaikan persoalan ini. “ada apa ini?” Tanya ivan yang ditujukan entah kepada siapa. Padahal Ivan sudah tau tampuk permasalahannya. “bagaimana kinerja panitia, nggak becus. Masa stan hanya disediakan beberapa saja, mana bisa kami berkarya kalo seperti ini?” keluh salah seorang anggota komunitas olah raga. Ivan paham apa yang terjadi. Dia menjelaskan kalau panitia juga manusia biasa yang tak luput dari kekeliruan dan kesalahan. Ivan menjelaskan semuanya dan memberikan pegertian kepada mereka. Akhirnya persoalan itu diselesaikan dengan damai, stan yang hanya tinggal satu-satunya itu digunakan oleh kedua komunitas itu dan kericuhanpun sirna.

Entah apa yang terjadi pada Ivan yang dikenal sebagai orang yang peramah dan bijaksana ini membuat Rudi membara. Persahabatan mereka telah terpateri sejak tiga tahun yang lalu. Rudi mendaftarkan dirinya pada perguruan tinggi yang cukup terkenal di provinsi itu. saat itu ia tengah mempersiapkan segala keperluan demi melengkapi persyaratan untuk masuk perguruan tinggi itu. Dalam kesibukannya tiba-tiba seseorang yang kebingungan bertanya kepadanya “maaf, numpang nanya bang, kalo mau mendaftar persyaratannya apa ya?” Tanya pria tersebut padanya. Rudi sedikit canggung menjawab pertanyaan dari pria keriting dan gendut itu. wajahnya beringas. Tak pernah ia melihatnya sekalipun. Rudi merasa perlu menjawab karena pria itu melihat tingkah polahnya yang sedang mempersiapkan persyaratan-persyaratan itu. Pria ini memiliki tujuan yang sama dengannya, masuk perguruan tinggi dan dia butuh pertolongan, pikir Rudi. Dengan alasan yang masuk akal itu ia kemudian menjawabnya dengan lugas dan menjelaskan panjang lebar, mulai dari pengisian formulir, fotocopy ijazah, surat kelulusan, pas fhoto yang harus dilengkapi, menyetor uang pendaftaran ke Bank sampai pada tempat dan cara pengembalian formulir. Tak ada satupun yang telewat.

Pria itu seperti mendapatkan pencerahan, dia tersenyum dan ucapan terima kasihpun tercurah. Kemudian pria itu berlalu dan memanggil temannya, menjelaskan apa yang telah dijelaskan oleh Rudi padanya. Dari kejauhan Rudi melihat percakapan mereka tapi ia tak bisa mendengarnya, entah apa yang sedang mereka bicarakan, Rudi tidak terlalu peduli. Tiba-tiba pria gemuk itu menunjuk ke arah Rudi, temannya menatap dan mereka menghampirinya. Mereka berhadapan dan saling berjabat tangan bertanda perkenalan. “terima kasih telah membantu, saya Ivan priatna” ucap Ivan pada Rudi. Rudi merasa tidak pernah membantunya. Dia sadar ternyata pria keriting dan gemuk itu teman Ivan. Dialah yang membutuhkan informasi itu. “sama-sama. Saya Rudian prayoga” balas Rudi. Dari sinilah mereka saling kenal dan kemudian jadi sahabat.
*****

Hari ini cuaca sangat panas, langit begitu terik. Di kantin selalu ramai mahasiswa pada jam istirahat atau mereka yang malas masuk kuliah. Banyak yang memesan minuman dingin. Di meja kantin paling pojok Rudi duduk. Dia tidak sendirian tapi di temani oleh seorang wanita. Mereka berbicara serius.

“Apa yang membuatmu begitu membenci Ivan, Rud dia khan sahabat kamu, entah apa yang kamu pikirkan, jangan bikin aku bingung Rud!” seru wanita yang selama ini telah menjalin hubungan dan mereka saling terbuka dan saling mempercayai. Wanita cantik berlesung pipi dan langsing itu bernama Lia. Lia selalu membantu dan memberikan solusi apabila Rudi dalam masalah. Demikian sebaliknya. Walaupun mereka belum terikat secara sakral namun mereka telah mengikat jiwa dengan hubungan pacaran.

Rudi masih saja menunduk, memandang kosong dan menggenggam gelas yang telah berada di hadapannya. Akhirnya Rudi menjawab juga “sayang, kali ini tolong beri waktu untukku, entah apa yang aku pikirkan ku juga bingung. Ini semua gara-gara Ivan. Pria pecundang itu.” Emosi Rudi sedikit meluap mengingat perlakuan Ivan terhadapnya kemarin. “ya sudah kalo kamu memang nggak mau cerita sekarang, diminum dong teh dinginnya, jangan dipelototin terus, ntar jadi panas lagi!” canda Lia menghibur Rudi kekasihnya. Lia memang calon pasangan hidup yang didambakan Rudi. Wanita yang selain cantik luarnya juga cantik dalamnya. Lia wanita yang pengertian dan selalu menyemangati kekasihnya. Seketika emosi Rudi mereda medengar kalimat ajaib dari Lia. Mereka menatap dan tersenyum kecil, Rudi meminum teh dinginnya.

*****

Di luar yang begitu panas terik, tak mungkin hari ini hujan akan turun, namun tuhan berkehendak lain, tak diduga hujan turun. Mendung yang membawanya. Gerimis dan angin sedikit kacau menerpa, bumi pun dikeroyok oleh air dari langit. Hujan lebat.
“waduh kacau kalo gini, ku nggak bisa pulang kalo hujan selebat ini” keluh Ivan yang sore itu hanya tinggal bersama dua orang teman di fakultasnya. Mahasiswa yang lain telah pulang. Ivan tidak lekas pulang ketika jadwal kuliah selesai, karena ia mesti mengurus kepentingan-kepentingan organisasi intra kampus yang mesti di selesaikannya. “jika sampai malam hujan masih aja turun dan nggak berhenti mending aku bermalam di sekret aja.” Lamunnya.

Hujan belum reda, azan isya sudah berkumandang satu jam yang lalu. Ivan sudah berada di sekret dan bermalam disana. Lagi pula angkutan umum juga tidak ada di malam hari. Dia bersama pengurus lainya disana. Ivan sibuk dangan bacaanya. Tiba-tiba suara musik terdengar. tak asing. Lagu dari band favorit Ivan, peterpan dengan judul sahabat. Lagu itu dari handphonnya, nada yang digunakan untuk mengingatkan pesan singkatnya. Ditundanya membaca, penasaran- bergegas ia membuka pesan itu. Isinya bersifaat mengancam. Pesan dari seseorang yang sangat dikenalnya. "Van, urusan kita belum selesai. Besok sore jangan buat aku menunggumu terlalu lama di belakang musala kampus. Kalo kamu nggak datang kamu tau akibatnya." Begitu isi pesan singkatnya. Ivan sedikit tersentak ia hanya tersenyum tipis namun hatinya bergejolak tawa, "permainan kita belum selesai Rud". Sanubari Ivan
Ingin rasanya ia menjelaskan semuanya. Tapi diurungkan niatnya. karena dia terikat janji pada seseorang.

Sejenak dia memikirkan ide brilian yang lain untuk memanasi Rudi, tak butuh waktu lama ia seperti mendapatkan ilham dan pencerahan entah dari siapa. "besok pasti akan seru, ha.. ha.. ha.." niat jahat telintas dari benaknya. Handphon itu berdering lagi. Bukan sms tapi panggilan. "gimana?" tanpa basa basi suara dari seberang. "beresss…" yakin Ivan menjawab. "besok ya?” "ya!" "kalo gitu kamu harus….. bla bla bla---." "oke deh" kata terakhir dari percakapan mereka. Telepon itu dari seseorang yang telah mengikat janji dengannya. Malam semakin larut, kantuk memanggil Ivan dan kemudian diarunginyalah malam.

*****
Ivan bukan orang yang selalu tepat waktu, karena kesibukannya ia sering telambat dalam pertemuan. Berbeda kali ini ia tak terlambat sedikitpun tuk menjumpai Rudi yang telah menunggunya. Rudi tidak sendirian, dia bersama Lia kekasihnya. Tangan Lia terus memegang lengan Rudi, terlihat jelas raut wajahnya memancarkan kebencian. "bajingan ivan, cowok pengecut" lontaran sangat keras tapi tak diutarakan, hanya hatinya yang menggerutu. Betapa tidak, Ivan tidak sendirian. Dia membawa tujuh orang temannya yang sempat melihat Rudi dipermalukan.

Sedikit angkuh dan tanpa basa-basi Ivan bertanya yang sudah jelas dia tau jawabannya "ngapain aku harus jumpain kamu Rud.?" Emosi Rudi melonjak, ingin sekali ia mendaratkan pukulan ke muka Ivan, tapi Lia seolah masih menahannya. Lengan rudi tak pernah lepas dari genggaman Lia. "kenapa kamu memfitnah aku didepan orang banyak? bajingan kau Van! Aku nggak akan bisa maafin kamu seumur hidup". Timpal Rudi yang semakin emosi mengingat perlakuan Ivan tempo hari terhadapnya.
"kau yang bajingan Rud! Kau penghianatnya. Kau menghianati dirimu sendiri. Tapi yang lebih menyakitkan lagi Rud, kau telah menghianati lia. Kekasihmu sendiri" gerutu Ivan sambil menunjuk-nunjuk wajah Rudi.

Rudi semakin emosi dan ingin menyangkal fintah Ivan. Belum sempat ia mengeluarkan sepatah katapun, Lia melecutkan kata bernada bertanya pada Rudi. Karena pernyataan Ivan tadi Lia merasa ada sesuatu yang tak beres sesuatu yang disembunyikan Rudi dan dia merasa mesti dilibatkan dalam hal ini. "sayang apa maksut semua ini, kenapa Ivan bilang kalo kamu hianati aku"? Lia melepas gengaman tagannya dari lengan Rudi yang sedari tadi menyatu. Air matanya menetes. Rudi benar-benar bingung sangat bingung malah. Dia tak tau harus berbuat apa karena memang dia tidak tau apa-apa dalam hal ini. "sayang, aku lebih tidak mengerti dari kamu. Ivan bohong!" Lia tak mau mendengarkan penjelasan Rudi terlebih teman Ivan juga menguatkan dan mendukung Ivan tuk menyudutkan Rudi.

"Dia yang berbohong Lia, Rudi telah selingkuh dengan cewek lain tanpa sepengetahuan kamu." Timpal salah satu teman Ivan. Ivan tersenyum sinis. Ternyata kekesalan Rudi tempo hari karena tuduhan Ivan kepadanya di depan orang banyak. “kamu memang pinter Rud, tapi bodoh juga kamu pelihara. Ngapain kamu cerita ke aku kalo kamu selingkuh? Cewek selingkuhan kamu tu malah lebih jelek dari Lia. Hancur. Ha ha ha…” ledek Ivan. Tak ayal jika rudi sangat dipermalukan.

Lia semakin mengerti tampuk permasalahannya. Dia berlari menjauhi Rudi dan beralih kepada kelompok Ivan. Bukannya membela Rudi, kekasihnya. Lia malah berbalik melawan Rudi. "semua sudah jelas, aku nggak butuh penjelasanmu lagi" seru Lia. Rudi terpojok, dia sendiri, dia kalut. Emosinya tak terbendung lagi. Pandangannya gelap. Dilayangkanlah pukulannya ke wajah Ivan. Belum sempat pukulan itu bendarat ke wajah Ivan. Sigap teman–teman Ivan telah menangkap dan mengunci pergerakan Rudi. Kedua tangannya telah dikuasai oleh kedua teman ivan. Badannya telah dirangkul oleh yang lain. Mereka menyeretnya manjauh dari ivan. Lia sedikit tak tega melihat kekasihnya di perlakukan seperti itu.

"Brengsek kau Van, bajingan kau!" Rudi sumpah serapah. Semua kata-kata bau busuk itu muntah dari terngorokannya. Bahkan dia meludah. Ivan tertawa terbahak-bahak ia melempari Rudi dengan kuat, bukan dengan batu atau benda keras lainya tapi dengan sebutir telur dan pecah di kepalnya. Rudi tidak sendirian semua temannya juga melakukan hal serupa. Lalu Ivan menaburinya dengan tepung tapioka. Rudi tidak mengerti dia semakin bingung, pikirannya melayang, mencari jawaban namun tidak menemukan apa-apa. Lamat-lamat mereka yang menggengam Rudi menyanyikan sebuah lagu, lagu yang sangat sering terdengar dan semua orang Indonesia pasti bisa menghafalnya. Lagu ulang tahun. "selamat ulang tahun kami ucapkan, semoga panjang umur kami kan do'akan, semoga sejahtera sehat sentosa, selamat panjang umur dan bahagia.." begitulah nyanyiannya.

Mereka melepaskan genggaman dari Rudi. Rudi sadar kalau teman-temannya mengerjainya. Rudi sungguh sangat terharu, tak ada kata-kata yang mampu dia keluarkan. Air matanya menetes, dia tak mampu menyembunyikannya. Tak perlu kata, raut wajah rudi telah menceminkannya. ternyata teman-temannya mengingat ulang tahunnya yang bahkan dia sendiri lupa. Dia marasa bersalah telah sumpah serapah ivan.

Rudi bangkit menuju Ivan yang tersenyum manis dan telah merentangkan tangannya untuk dipeluk, tapi Rudi tak ingin memeluknya. Rudi menamparnya pelan. "sialan kamu Van, hampir aja kesalahanku dicatat malaikat karena talah memutuskan silaturrahmi denganmu" Ivan tidak menjawab, dia malah memeluk Rudi yang blepotan seperti badut. Dalam pelukan Ivan berbisik "happy birthday sahabatku." "maafin aku Van, aku salah nilai kamu." Tepuk tangan teman-teman menyertai pelukan mereka.

Lia dan ivan serta teman-teman lain yang mempersiapkan kejutan ini. Lialah yang mensutradarai skenario ini. Rudi tersentak, sadar kalau Lia tidak di dekat mereka. "lia… liaaa…." Teriak rudi. Rudi sangaat cemas. Lia muncul dari sebuah ruangan dekat dengan mushala membawa kue tar yang lumayan besar. Sambil tersenyum dia mendekati Rudi. " happy birthday sayang" Lagu ulang tahun kembali mereka lantunkan. Rudi meniup lilin yang menyala di atas kue tar. Tepuk tangan menyertai Rudi. Lia memotong kue itu dan memberikan pada Rudi. Rudi menerimanya kemudian mengembalikannya "aku sayang padamu" ucap Rudi pelan. Lia tersenyum tersipu malu. "ceileee, yang lagi asik-asikan" Ivan nyeloyor. Suasana pecah. Rudi menimpali Ivan dengan potongan tar yang penuh krim lembut. Ivan membalas. Mereka semua saling melempar dalam kebahagiaan.

Tidak ada komentar: