Laman

Sabtu, 11 Februari 2012

MEET-ed (true LOVE in GAYO land) chapter 2

Sebuah penghianatan, Bukan sebuah tapi bermacam penghianatan.


Enam tahun yang lalu ketika aku masih menginjakkan kaki di SMA sabuk ternyata berteman adalah salah satu hal yang menjadi pilihan paling baru dalam hidupku. Sementara orang-orang bercengkarama, berkumpul pada satu meja dikantin yang barangkali mereka membicarakan rencana pembolosan sekolah, berencana membeli rokok diam-diam atau membicarakan tubuh wanita dalam lamunan-lamunan jorok mereka, aku justru melamuni diriku yang sebatang kara.Di satu sisi aku memang termasuk orang yang sulit untuk menerima pertemanan, atau mengajukan diri sebagai teman.Entah mengapa aku terlalu protektif terhadap
siapapun yang mungkin bersedia menjadi sahabat atau hanya sekedar teman,atau paling tidak sebagai lawan bicara saja.


Di sana, di SMA sabuk yang memiliki ratusan siswa, ratusan guru, puluhan kelas, tiga kantin dan satu mushala aku justru merasa sangat kesepian. Ironis memang. Aku hanya sendiri saja dalam keramaian, sampai akhirnya aku mengenal dia,gadis itu.
Bagi sebagian orang dia adalah orang yang  baik hati dan lembut. Sebagian orang lagi akan mengatakan kalau dia itu kreatif dan pandai. Orang lain dari sisi yang pasti berbeda akan mengatakan dia adalah gadis yang manis dan cantik. Dan beberapa orang yang lebih paham tentang wanita akan menilainya dan menyebutnya dengan istilah yang singkat namun lengkap dan padat: ‘sempurna’. Gadis yang sempurna!

***

“wah, bisa menggambar ya?”

Itu pertanyaan pertamanya ketika aku masih beberapa hari berada di ruang kelas 1.2. Aku hanya diam dan pura-pura tak mendengar apa yang dia tanyakan tapi sejenak kemudian dia menyodorkan sebuah gambar padaku. Karyanyakah? Pikirku. Siapa lagi jika selain dia, hanya ada aku, dia dan beberapa orang di kelas dan mereka pasti sama sekali tak terlibat dengan semua ini -gambar itu-.


“Bagus?” dia seperti mengharap segelintir jawaban dari mulutku yang sedari tadi bungkam.


Aku bukanlah siapa-siapa. Bukan maestro lukis dan bukan pula kritikus seni rupa. Tapi dia sepertinya menunggu sebuah kata saja terucap dari bibirku. Aku melihat wajahnya yang bersih atau setidaknya bisa dikatakan manis, cantik atau apalah sebutan lainnya yang jelas aku tak akan pernah bisa bosan melihat pemandangan seperti itu. Dia tersenyum sedikit, senyum yang jelas sekali penuh permohonan. Tak sanggup aku melihat ekspresi wajah seperti itu hingga aku terpaksa menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang kuanggap sangat pantas untuk sebuah gambar yang istimewa itu.


“emm... bagus......” jawabku tanpa basa-basi


Seketika itu pula wajahnya sumringah, seakan mendapatkan apa yang selama ini dia harapkan. Aduh,,, ekspresinya 180­ berbeda dengan semula. Ah.. yang benar saja, pikirku. Hanya menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sama persis dengan kata tanya yang diutarakannya dia bisa segirang itu? Jelas aku tak suka cara seperti itu.
Kuperhatikan lagi karyanya yang digoreskan di selembar kertas buku tulis bergaris. Lumayan, hampir tak ada celanya. Gambar seorang wanita yang cukup cantik mengenakan gaun yang boleh dikatakan mewah menatap lurus kedepan dan seakan tersenyum pada kita yang memandangnya. Sayang sebenarnya tidak!


Tapi sungguh aku tak ingin membuatnya senang dengan pernyataanku. Justru aku sebenarnya ingin membuat dia kesal, sekesal-kesalnya. Dan kau tau, mungkin dia akan menjadi orang yang pertama untuk aku isengi. Seorang gadis, oh betapa asiknya mengerjai seorang gadis. Hari itu dia telah terkunci menjadi target pertamaku.


“eem... bagus...” aku mencoba meneruskan sederetan kalimat yang ingin secepatnya kulakukan. “kamu hebat bisa ngalahin gambar adik sepupuku yang masih TK sekarang!”wusss... uh... jika saja serentetan kalimat itu bisa dicicipi dengan lidah pasti rasanya sangat pedas atau ekstra pedas. Ow pedas sekali!


Saat-saat yang kuharapkan pasti akan aku saksikan sesaat lagi, benakku. Aku yakin raut wajahnya pasti berubah menjadi nenek-nenek tua yang mangap-mangap tak karuan. Dan aku telah menunggu dengan riang ekspresi itu secepatnya diperlihatkan padaku.


Dan sekejap kemudian dia malah tersenyum padaku, senyum yang sangat indah. Senyuman seorang bidadari. Dug, apa artinya ini? prediksiku berbanding terbalik dengan yang diatunjukkan.


Oh God! Jelas aku kalah telak. Segala jenis aktor komedi dan maesrto lawak dalam diriku berubah menjadi aktor horror mengerikan. Semua yang telah aku rencanakan telah ditepisnya dengan begitu mudahnya. Dengan selembar senyuman gratis!


Kekalahan itu adalah kekalahan pertama yang aku alami di sekolah pindahan itu. Kekalahan yang begitu meyebalkan. Kekalahan dimana aku berpeluang sangat besar untuk mendapatkan kemenangan.Padahal telah sempurna kususun kalimat yang rasanya pasti membuat orang bergejolak. Kau tau, apalagi dengan cara penyampaianku yang sedikit mengunjing dengan kerlingan mata yang tentunya licik pastilah gadis itu akan meluapkan emosi yang sangat besar, emosi yang mencuat bagai magma vulkanik dari relung yang paling, paling dan sangat dalam.

Tapi, itulah yang sekarang kurasakan!


Telah lelah ku sempurnakan semua teori namun teori itu justru menghujam berbalik padaku. Terlebih dia seorang gadis, ya hanya seorang gadis! Menglahkanku?! Dan yang paling mengesalkan lagi adalah dia memanfaatkan amunisiku untuk membalikkannya ke arahku. Ouhg... sungguh menyebalkan. Dari peristiwa itu aku sadar bahwa gadisyang satu ini memang bukanlahgadis sembarangan.


Sejak itu aku terus memperhatikan dan mengintai tingkah polahnya -yang pernah membuat aku sekesal itu-. Dan kemudian aku mengetahui sebagian besar informasi tentang dirinya seperti nama, alamat, kebiasaan, hobi, dan yang paling penting lain adalah tentang kesendiriannya saat ini.

***


Benar saja, karena salah satu hobiku adalah menghibur diri dengan mengerjai orang lain maka kebiasaan itu sedikit sulit untuk aku kendalikan. Tak hanya itu, aku senang jika banyak orang terlahir memiliki kesamaan hobi seperti yang aku miliki. Pada dasarnya, semua yang aku lakukan tak lebih hanya untuk mendapatkan perhatian lebih dari mereka –kawan sekelas-, bagiku popularitas menjadi sangat penting dalam kehidupan. Malangnya akibat paling buruk malah menjadi kenangan yang paling ‘menyenangkan’ setelah keisengan itu diimplementasikan dengan sungguh sempurna. Hanya saja ada satu kesalahan kecil namun begitu riskan: target yang salah! [] 8’2’11


Tak semua orang ternyata memiliki selera humor yang sama dengan yang kita miliki. Ternyata humor yang segar bagi sebagian orang menjadi bahan pokok bagi kehidupan jiwanya. Untungnya aku memiliki hal itu, dan yang paling aku sukuri saat itu adalah aku ternyata bisa menyenangkan orang lain dengan lelucon-lelucon yang aku ciptakan. Dan kau tau apa artinya itu? Itu artinya aku semakin dikenal sebagai orang yang menyenangkan,mudah diajak bicara merangkap sebagai seorang penghibur yang lihai melenakan hati para gadis. Lalu kau tau akibatanya? Aku sekaligus tergelincir dalam masalah paling besar.

to be cOntinued.... ^^

Tidak ada komentar: