Sebuah penghianatan, Bukan sebuah tapi bermacam penghianatan.
Enam
tahun yang lalu ketika aku masih menginjakkan kaki di SMA sabuk
ternyata berteman adalah salah satu hal yang menjadi pilihan paling baru
dalam hidupku. Sementara orang-orang bercengkarama, berkumpul pada satu
meja dikantin yang barangkali mereka membicarakan rencana pembolosan
sekolah, berencana membeli rokok diam-diam atau membicarakan tubuh
wanita dalam lamunan-lamunan jorok mereka, aku justru melamuni diriku
yang sebatang kara.Di satu sisi aku memang termasuk orang yang sulit
untuk menerima pertemanan, atau mengajukan diri sebagai teman.Entah
mengapa aku terlalu protektif terhadap
siapapun yang mungkin bersedia
menjadi sahabat atau hanya sekedar teman,atau paling tidak sebagai lawan
bicara saja.
Di sana, di SMA sabuk yang memiliki
ratusan siswa, ratusan guru, puluhan kelas, tiga kantin dan satu mushala
aku justru merasa sangat kesepian. Ironis memang. Aku hanya sendiri
saja dalam keramaian, sampai akhirnya aku mengenal dia,gadis itu.
Bagi
sebagian orang dia adalah orang yang baik hati dan lembut. Sebagian
orang lagi akan mengatakan kalau dia itu kreatif dan pandai. Orang lain
dari sisi yang pasti berbeda akan mengatakan dia adalah gadis yang manis
dan cantik. Dan beberapa orang yang lebih paham tentang wanita akan
menilainya dan menyebutnya dengan istilah yang singkat namun lengkap dan
padat: ‘sempurna’. Gadis yang sempurna!
***
“wah, bisa menggambar ya?”
Itu
pertanyaan pertamanya ketika aku masih beberapa hari berada di ruang
kelas 1.2. Aku hanya diam dan pura-pura tak mendengar apa yang dia
tanyakan tapi sejenak kemudian dia menyodorkan sebuah gambar padaku.
Karyanyakah? Pikirku. Siapa lagi jika selain dia, hanya ada aku, dia dan
beberapa orang di kelas dan mereka pasti sama sekali tak terlibat
dengan semua ini -gambar itu-.
“Bagus?” dia seperti mengharap segelintir jawaban dari mulutku yang sedari tadi bungkam.
Aku
bukanlah siapa-siapa. Bukan maestro lukis dan bukan pula kritikus seni
rupa. Tapi dia sepertinya menunggu sebuah kata saja terucap dari
bibirku. Aku melihat wajahnya yang bersih atau setidaknya bisa dikatakan
manis, cantik atau apalah sebutan lainnya yang jelas aku tak akan
pernah bisa bosan melihat pemandangan seperti itu. Dia tersenyum
sedikit, senyum yang jelas sekali penuh permohonan. Tak sanggup aku
melihat ekspresi wajah seperti itu hingga aku terpaksa menjawab
pertanyaan itu dengan jawaban yang kuanggap sangat pantas untuk sebuah
gambar yang istimewa itu.
“emm... bagus......” jawabku tanpa basa-basi
Seketika
itu pula wajahnya sumringah, seakan mendapatkan apa yang selama ini dia
harapkan. Aduh,,, ekspresinya 180 berbeda dengan semula. Ah.. yang
benar saja, pikirku. Hanya menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sama
persis dengan kata tanya yang diutarakannya dia bisa segirang itu? Jelas
aku tak suka cara seperti itu.
Kuperhatikan lagi karyanya yang
digoreskan di selembar kertas buku tulis bergaris. Lumayan, hampir tak
ada celanya. Gambar seorang wanita yang cukup cantik mengenakan gaun
yang boleh dikatakan mewah menatap lurus kedepan dan seakan tersenyum
pada kita yang memandangnya. Sayang sebenarnya tidak!
Tapi
sungguh aku tak ingin membuatnya senang dengan pernyataanku. Justru aku
sebenarnya ingin membuat dia kesal, sekesal-kesalnya. Dan kau tau,
mungkin dia akan menjadi orang yang pertama untuk aku isengi. Seorang gadis, oh betapa asiknya mengerjai seorang gadis. Hari itu dia telah terkunci menjadi target pertamaku.
“eem...
bagus...” aku mencoba meneruskan sederetan kalimat yang ingin
secepatnya kulakukan. “kamu hebat bisa ngalahin gambar adik sepupuku
yang masih TK sekarang!”wusss... uh... jika saja serentetan kalimat itu
bisa dicicipi dengan lidah pasti rasanya sangat pedas atau ekstra pedas.
Ow pedas sekali!
Saat-saat yang kuharapkan pasti
akan aku saksikan sesaat lagi, benakku. Aku yakin raut wajahnya pasti
berubah menjadi nenek-nenek tua yang mangap-mangap tak karuan. Dan aku
telah menunggu dengan riang ekspresi itu secepatnya diperlihatkan
padaku.
Dan sekejap kemudian dia malah tersenyum
padaku, senyum yang sangat indah. Senyuman seorang bidadari. Dug, apa
artinya ini? prediksiku berbanding terbalik dengan yang diatunjukkan.
Oh
God! Jelas aku kalah telak. Segala jenis aktor komedi dan maesrto lawak
dalam diriku berubah menjadi aktor horror mengerikan. Semua yang telah
aku rencanakan telah ditepisnya dengan begitu mudahnya. Dengan selembar
senyuman gratis!
Kekalahan itu adalah kekalahan
pertama yang aku alami di sekolah pindahan itu. Kekalahan yang begitu
meyebalkan. Kekalahan dimana aku berpeluang sangat besar untuk
mendapatkan kemenangan.Padahal telah sempurna kususun kalimat yang
rasanya pasti membuat orang bergejolak. Kau tau, apalagi dengan cara
penyampaianku yang sedikit mengunjing dengan kerlingan mata yang
tentunya licik pastilah gadis itu akan meluapkan emosi yang sangat
besar, emosi yang mencuat bagai magma vulkanik dari relung yang paling,
paling dan sangat dalam.
Tapi, itulah yang sekarang kurasakan!
Telah
lelah ku sempurnakan semua teori namun teori itu justru menghujam
berbalik padaku. Terlebih dia seorang gadis, ya hanya seorang gadis!
Menglahkanku?! Dan yang paling mengesalkan lagi adalah dia memanfaatkan
amunisiku untuk membalikkannya ke arahku. Ouhg... sungguh menyebalkan.
Dari peristiwa itu aku sadar bahwa gadisyang satu ini memang
bukanlahgadis sembarangan.
Sejak itu aku terus
memperhatikan dan mengintai tingkah polahnya -yang pernah membuat aku
sekesal itu-. Dan kemudian aku mengetahui sebagian besar informasi
tentang dirinya seperti nama, alamat, kebiasaan, hobi, dan yang paling
penting lain adalah tentang kesendiriannya saat ini.
***
Benar
saja, karena salah satu hobiku adalah menghibur diri dengan mengerjai
orang lain maka kebiasaan itu sedikit sulit untuk aku kendalikan. Tak
hanya itu, aku senang jika banyak orang terlahir memiliki kesamaan hobi
seperti yang aku miliki. Pada dasarnya, semua yang aku lakukan tak lebih
hanya untuk mendapatkan perhatian lebih dari mereka –kawan sekelas-,
bagiku popularitas menjadi sangat penting dalam kehidupan. Malangnya
akibat paling buruk malah menjadi kenangan yang paling ‘menyenangkan’
setelah keisengan itu diimplementasikan dengan sungguh sempurna. Hanya
saja ada satu kesalahan kecil namun begitu riskan: target yang salah! []
8’2’11
Tak semua orang ternyata memiliki selera
humor yang sama dengan yang kita miliki. Ternyata humor yang segar bagi
sebagian orang menjadi bahan pokok bagi kehidupan jiwanya. Untungnya aku
memiliki hal itu, dan yang paling aku sukuri saat itu adalah aku
ternyata bisa menyenangkan orang lain dengan lelucon-lelucon yang aku
ciptakan. Dan kau tau apa artinya itu? Itu artinya aku semakin dikenal
sebagai orang yang menyenangkan,mudah diajak bicara merangkap sebagai
seorang penghibur yang lihai melenakan hati para gadis. Lalu kau tau
akibatanya? Aku sekaligus tergelincir dalam masalah paling besar.
to be cOntinued.... ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar